Peran utama Ansor pada saat itu, adalah mendidik dan membangkitkan semangat pemuda untuk bersama-sama dengan kekuatan bangsa lainnya serta mempersatukan kekuatan pemuda untuk memperjuangkan hak-haknya yang terjajah di negerinya sendiri. Abdullah Ubaid juga dikenal sebagai tokoh pendidikan, sebagaimana ditulis Wahid Hasyim dalam artikel yang berjudul ―Abdullah Ubaid Sebagai Pendidik‖ yang dimuat di majalah yang diterbitkan Lembaga Pendidikan Ma’arif “Suluh NU”, Agustus 1941, Th. I No. 5. Pada 8 Agustus 1938. Abdullah Ubaid meninggal dunia karena sakit yang diderita sejak kecelakaan kendaraan bermotor yang dialaminya usai mengikuti Muktamar NU ke-13 pada Juni 1938 di Menes, Banten, Jawa Barat.
3. Mahfudz Shiddiq
Saat belajar di PP Tebuireng Abdullah Ubaid bertemu dan berteman akrab dengan Mahfudz Siddiq dari Jember, seorang pemuda yang di kemudian hari dikenal sebagai penggerak NU lewat majalah dan organisasi kepemudaan. Di masa remajanya, Mahfudz Shiddiq adalah seorang aktivis dan organisatoris yang sangat piawai. Mahfudz Shiddiq yang pernah menjabat Ketua Tanfidziyah PBNU, Rais PBNU, adalah Perumus Konsep ―Mabadi Khaira Umah‖, Perintis Gerakan Muawanah, Pemimpin Majalah ―Berita Nahdlatul Ulama‖. Mahfudz Shiddiq juga menulis buku ―Ijtihad dan Taqlid untuk Rekonsiliasi‖. Watak sebagai pendidik Mahfudz Shiddiq kentara sekali sepanjang masa hidupnya. Bermula dari menjadi pengasuh dan pengajar bagi adik-adiknya. Mahfud Shiddiq dikenal sebagai sosok yang sabar, tenang, dan sangat cerdas.. Mahfud Shiddiq juga suka berpenampilan necis dan rapi. Wawasan berfikirnya amat luas dan modern, baik dalam ilmu agama maupun pengetahuan umum. Sebagaimana dua sahabatnya itu Mahfudz Shiddiq, yang lahir pada tahun 1906 meninggal pada tahun 1944, dalam usia yang relative muda, yakni 38 tahun.